Rabu, Februari 12, 2014

MANAJEMEN PENAGIHAN RECOVERIES




I.  PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang

Dalam industry Asuransi/Penjaminan,  selain imbal jasa penjaminan (IJP)/Premi, recoveries merupakan  salah satu  sumber  pendapatan perusahaan yang potensial dan harus dikelola dengan optimal  untuk mendukung kegiatan operasioal perusahaan. Perusahaan Asuransi/Penjaminan Kredit yang telah menjalankan usaha asuransi/penjaminan yang relatif baik akan memperhatikan pengelolaan penagihan recoveries dengan manajemen penagihan recoveries yang handal dan efektif.    

Pada perusahaan asuransi/penjaminan yang sedang  berkembang,  jumlah dan nilai subrogasi terus mengalami peningkatan seiring dengan  perkembangan nilai klaim yang dibayar kepada Penerima Jaminan/Insured Company. Nilai Subrogasi yang terus meningkat ini  menuntut pengelolaan penagihan recoveries  tidak dapat lagi menggunakan cara manual atau tradisional  namun  harus menggunakan  suatu system terintegrasi secara komputerisasi dan melibatkan unit penutupan (akseptasi  asuransi/penjaminan) dan Klaim.  
 
Dalam mengelola kekayaan  dan asset perusahaan yang terus berkembang terutama yang berkenaan dengan Hak Subrogasi perusahaan diperlukan suatu pengendalian manajemen yang dapat mengurangi kerugian yang lebih besar berupa tidak tertagihnya recoveries. Perusahaan Asuransi Kredit sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa asuransi/penjaminan kredit  tidak terlepas dari permasalahan penagihan recoveries yang melibatkan Penerima Jaminan/debitur/Perbankan. Perkembangan jenis dan karakteristik produk yang dinamis dan terus tumbuh,  beragamnya perjanjian bisnis seperti PKS dan semakin luasnya jejaring usaha melahirkan berbagai macam jenis transaksi  usaha yang berpotensi menyebabkan   peningkatan jumlah klaim  dari tahun ke tahun. Kerugian perusahaan yang berasal dari peningkatan pembayaran klaim ini dapat dikurangi dengan perolehan pendapatan recoveries.

Pengelolaan penagihan recoveries  memerlukan suatu sistem teknologi  informasi yang dapat menghasilkan data yang cepat, akurat, up-to date dan dapat dipertanggungjawabkan. Pencatatan Hak Subrogasi dan pendapatan recoveries  perlu  menggunakan  sistem komputerisasi  dengan berbagai macam program aplikasi.  

Kompleksitas permasalahan jumlah data Saldo Hak Subrogasi (SHS) dan Recoveries  seperti yang disebutkan diatas diperkirakan  dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Peningkatan nilai Subrogasi  yang relatif tinggi ini memerlukan pengelolaan penagihan recoveries  yang efektif, transparan, akuntabel serta dapat disajikan untuk kebutuhan para stakeholder.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan penagihan recoveries  saat ini adalah pengelolaan penagihan recoveries harus dapat memenuhi ketentuan dan regulasi dari pemerintah; Sistem Informasi Subrogasi yang belum optimal mendukung kegiatan subrogasi, belum adanya pedoman baku tentang manajemen penagihan recoveries yang standard  dan ketersediaan SDM yang handal.
  
1.2.      Maksud dan Tujuan
Maksud penyusunan Pedoman Manajemen  Penagihan Recoveries (Recoveries Collecting Management) adalah untuk tercapainya optimalisasi pengelolaan penagihan recoveries  dan digunakan sebagai petunjuk pelaksanaan yang baku dan wajib dilaksanakan di seluruh unit kerja terkait baik di kantor Pusat, Kantor Cabang dan Kantor Perwakilan  agar  efektif dan akuntanbilitasnya dapat terjamin. Sementara itu, tujuan penyusunan pedoman ini adalah sebagai berikut:
a.            Tercapainya optimalisasi pendapatan perusahaan
b.            Tercapainya target perolehan recoveries  yang menjamin sustainbilitas perusahaan
c.             Memudahkan pelaksanaan dan mempercepat proses penagihan recoveries  Perusahaan
d.            Mencegah kemungkinan kerugian perusahaan  sebagai  akibat tidak tertagihnya recoveries
e.             Menegakkan disiplin dan tanggung jawab Pejabat/Pegawai Perusahaan dalam pengelolaan  penagihan recoveries  perusahaan

1.3.      Konsep dan Definisi
Konsep dan definisi yang digunakan  dalam pedoman pengelolaan penagihan recoveries perlu diuraikan  agar diperoleh persamaan persepsi dan tindakan yang sama dari seluruh pejabat atau pegawai yang menangani pengelolaan penagihan recoveries  perusahaan.

Penjelasan arti dan istilah tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

a.    Subrogasi adalah hak yang timbul akibat Penjamin telah memberikan penggantian sejumlah uang kepada Penerima Jaminan (Obligeel) karena Terjamin (Principal) tidak dapat menyelesaikan kewajibannya kepada Penerima Jaminan (Obligee), yang besarnya sama dengan ganti rugi/klaim yang dibayar oleh Penjamin. Atau dengan kata lain : pengalihan hak tagihan yang semula dimiliki oleh Penerima Jaminan (Obligee) kepada Penjamin  sebagai konsekuensi pembayaran klaim.

b.      Prinsip Indemnity adalah  sebagai kompensasi keuangan yang pasti dan cukup untuk mengembalikan posisi keuangan Tertanggung setelah peristiwa kerugian, sama dengan posisi keuangan sesaat sebelum terjadinya peristiwa kerugian tersebut. Hal yang mendasar adalah bahwa Penjamin/Penanggung berhak atas indemnity tapi tidak boleh lebih dari besarnya klaim yang dibayarkan. Subrogasi membolehkan Penjamin/Penanggung menggantikan kedudukan Penerima Jaminan/Tertanggung dalam memperoleh keuntungan atas adanya kejadian yang dijaminkan.

c.       Rekonsiliasi adalah penetapan pos-pos yang diperlukan untuk mencocokkan saldo masing-masing dari 2 (dua) akun atau lebih yang mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya. Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa rekonsiliasi merupakan kegiatan untuk memulihkan hubungan kedua belah pihak dalam menyelesaikan perbedaan data yang disampaikan Bank kepada pihak perusahaan. Rekonsiliasi data SHS ini secara harfiah adalah penetapan pos-pos yang diperlukan untuk mencocokkan data SHS dan setoran recoveries per debitur  dari Daftar R/C Bank  untuk masing-masing dari 2 (dua) akun atau lebih yang mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya.

d.      Recoveries Collecting Management (RCM) adalah  suatu proses penagihan recoveries yang melibatkan unit kerja subrogasi dan unit kerja terkait dalam menagih recoveries kepada  pihak yang memiliki kewajiban pembayaran recoveries dengan menggunakan sumber daya (sumber daya internal (Penagihan mandiri) dan kerjasama dengan pihak eksternal seperti Jamdatun/Asdatun/Kajati, Lawyer dan Debt Collector) dengan berbasis sistem informasi subrogasi yang dapat menyajikan pelaporan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.


1.4.      Pengertian Recoveries Bermasalah
Dalam pengelolaan penagihan recoveries, recoveries bermasalah adalah obyek pengelolaan penagihan recoveries  yang harus dirumuskan dan dipersamakan persepsi tentang konsep recoveries bermasalah tersebut. Beberapa pengertian recoveries bermasalah yang menjadi dasar pengelolaan penagihan recoveries adalah sebagai berikut:

1)      Recoveries yang memiliki kemungkinan timbulnya risiko dikemudian hari bagi perusahaan dalam arti luas
2)      Mengalami kesulitan di dalam proses penagihannya yang disebabkan tidak kooperatifnya mitra usaha perusahaan atau data alamat (contact person) sudah tidak ada
3)      Recoveries dimana pembayarannya dalam bahaya terutama apabila sumber-sumber pembayaran recoveries yang diharapkan diperkirakan tidak cukup untuk membayar recoveries sehingga belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh perusahaan
4)      Recoveries dimana terjadi cidera janji dalam komitmen pembayaran recoveries  sesuai perjanjian sehingga terdapat tunggakan atau ada potensi kerugian berupa kehilangan recoveries di perusahaan (Terjamin/Penerima Jaminan/Agen/Principal) sehingga memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari bagi perusahaan dalam arti luas.



1.5.      Pengertian Nasabah dalam Pengelolaan Penagihan Recoveries
1)      Yang termasuk nasabah usaha perusahaan antara lain adalah Terjamin, Penerima Jaminan, Principal dan Agen.
2)      Nasabah yang memiliki kewajiban pembayaran recoveries kepada perusahaan adalah Nasabah yang telah  menerima pembayaran Klaim sesuai dengan prosedur yang berlaku.

1.6.      Ruang Lingkup Pengelolaan Penagihan Recoveries
Dalam pedoman pengelolaan penagihan recoveries  ini  membahas tentang kegiatan pengelolaan penagihan recoveries mulai pada pengakuan dan pencatatan data Hak Subrogasi sampai pada metode penagihan recoveries. Metode penagihan recoveries yang dapat dilakukan meliputi  penagihan dilakukan secara mandiri, menggunakan Jamdatun/Asdatun/Kajati  dan Pihak Ketiga (Lawyer atau Debt Collector).  Perusahaan asuransi kredit yang berbadan BUMN, biasanya melayani penutupan produk program dari pemerintah seperti Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan non program seperti Suretyship dan Asuransi Kredit.

II.    PENGELOLAAN PENAGIHAN RECOVERIES
2.1. Proses Pengakuan & Pencatatan Recoveries Perusahaan
Identifikasi  dan analisis permasalahan recoveries perusahaan dapat dilakukan mulai  dari  pembayaran klaim yang ditandai dengan keluarnya Claim Statement dan Surat Perintah Pemindahbukuan (SPP) klaim. Berkas Klaim berupa CS dan SPP ini merupakan langkah awal pencatatan data SHS. Secara lengkap alur kegiatan penagihan recoveries sebagai berikut :
Gambar. Alur Kegiatan Penagihan Recoveris

 




 
Alur kegiatan penagihan recoveries dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.        Pengolahan berkas klaim. Klaim  sudah dibayar  dibuktikan dengan terbitnya Claim Settlement dan SPP dari Bagian Keuangan dan secara otomatis akan memunculkan Hak Subrogasi (HS).  
2.        Data HS dari masing-masing principal/debitur yang memiliki kewajiban pembayaran recoveries diolah dan disajikan dalam Laporan Saldo Hak Subrogasi yang dibutuhkan untuk melakukan penagihan recoveries
3.        Laporan Saldo Hak Subrogasi (SHS) ini digunakan sebagai dasar dan informasi untuk melakukan penagihan recoveries kepada Principal/Debitur. Keakuratan dan kemutakhiran data SHS sangat menentukan efektifitas penagihan recoveries.
4.        Penagihan recoveries dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) produk utama yaitu produk KUR dan Non KUR. Hal ini tergantung pada product profile perusahaan asuransi kredit.  Metode penagihan recoveries untuk kedua produk tersebut berbeda tersendiri. Penagihan recoveries produk KUR digunakan metode rekonsiliasi data SHS KUR dengan bank pelaksana KUR sedangkan penagihan recoveries Non KUR dapat dilakukan antara lain dengan cara mandiri, bekerjasama dengan Jamdatun/Asdatun/Kajati dan Pihak Ketiga (Lawyer dan Debt Collector).

2.2. Tahapan Tindakan Pengelolaan Penagihan Recoveries

a. Penagihan Recoveries Non KUR (Produk Program)
Dalam penagihan recoveries, tindakan (action plan) yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1.            Penyajian data SHS
2.            Pengiriman surat tagihan
3.            Telpon
4.            Melakukan konfirmasi (dengan surat/telpon)
5.            Kunjungan langsung (OTS) ke principal/debitur (jika diperlukan)
Sedangkan berdasarkan aging recoveries, status recoveries Non KUR dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu Hijau (aging kurang dari 2 bulan), Kuning (kurang 22 bulan), Merah (kurang 12 bulan) dan Coklat (lebih dari 3 tahun). Kelompok aging recoveries ini menentukan tindakan yang harus dilakukan dalam proses penagihan recoveries seperti pada gambar di bawah ini.

 








Pada saat aging recoveries warnna merah, tindakan penagihan recoveries lebih intensif lagi  bekerjasama dengan Pihak Eksternal (Asdatun/Kajati, Pihak Ketiga lainnya (lawyer dan debt collector)). Sebelum penagihan recoveries diserahkan ke pihak eksternal perlu dilakukan seleksi target principal/debitur  yang pantas dan proses penyelesaian klaimnya secara hukum tidak bermasalah.
Sedangkan pada saat aging recoveries warna Coklat pada siklus II, tindakan penagihan recoveries lebih intensif lagi dengan melibatkan unit kerja terkait di Kantor Pusat dan institusi pemerintah yang relevan pada level yang lebih tinggi.
 b. Penagihan Recoveries KUR
Untuk produk KUR, tindakan (action plan) penagihan recoveries yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1.            Penyajian data SHS
2.            Pengiriman surat tagihan
3.            Telpon
4.            Melakukan konfirmasi (dengan surat/telpon)
5.            Kunjungan langsung (OTS) ke principal/debitur (jika diperlukan)
6.            Rekonsiliasi data SHS
Sedangkan berdasarkan aging recoveries, status recoveries KUR dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu Hijau, Kuning dan Merah. Kelompok aging recoveries KUR  ini menentukan tindakan yang harus dilakukan dalam proses penagihan recoveries seperti pada gambar di bawah ini.


 

 
 
2.3. Sistem Monitoring Penagihan Recoveries
Salah satu faktor penentu efektifitas pengelolaan penagihan recoveries adalah kegiatan evaluasi dan monitoring dari setiap tindakan (action) yang sudah diambil. Keberhasilan sistem evaluasi dan monitoring penagihan recoveries dapat diwujudkan dengan bantuan sistem informasi berbasis komputerisasi. Untuk kebutuhan evaluasi dan monitoring penagihan recoveries KUR dan Non KUR (Non Program) antara lain dapat menggunakan tabulasi seperti di bawah ini.
 



 










4. Gerakan Sadar Subrogasi
Dalam penerapan manajemen penagihan recoveries perlu digalakkan Gerakan Sadar Subrogasi di dalam proses bisnis mulai proses akseptasi/penutupan penjaminan/asuransi sampai pada proses penyelesaian klaim.
Gerakan sadar subrogasi pada proses penutupan asuransi dimulai dengan memberikan persyaratan agunan/colateral jika memungkinan sesuai dengan fitur produk asuransi kredit dan melengkapi data keterangan tentang SPKMGR dan agunan dalam sistem database.

Sedangkan gerakan sadar subrogasi pada proses penyelesaian klaim adalah memastikan bahwa principal yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk membayar recoveries dan memiliki komitmen untuk pembayarannya.

Dengan menggalakan gerakan sadar subrogasi ini diharapkan dapat mendukung peningkatan perolehan pendapatan recoveries yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

III.    Penutup
Kunci keberhasilan penagihan (Key Success Factor) recoveries adalah sebagai berikut:
1.      Kesediaan Sumber Daya Manusia yang menangani penagihan recoveries. Kompetensi dan jumlah SDM merupakan kunci utama suksesnya penagihan recoveries.
2.      Ketersediaan data subrogasi dan recoveries yang lengkap, valid dan up to date.
3.      Kerjasama dengan Pihak Ketiga (Jamdatun/Asdatun/Kajati, Lawyer dan Debt Collector)
4.      Sumber daya lainnya yang dibutuhkan untuk kelancaran penagihan recoveries.